Perencanaan Lapangan Terbang (Airport)
Perencanaan Infrastruktur Lapangan Terbang (Airport)
Clearway adalah area berbentuk segi empat pada permukaan tanah/air yang dikontrol oleh otoritas bandara sebagai daerah aman bagi pesawat yang lepas landas hingga mencapai ketinggian tertentu. Clearway terletak pada ujung landasan. Panjang clearway tidak melebihi setengah dari panjang take-off run dan lebar clearway paling sedikit 75 m ke masing-masing sisi samping as runway.
Menurut
Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization):
Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan,
instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau
sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat. Sedangkan
definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah "lapangan
udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan
minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk
masyarakat".
Fasilitas bandar
udara yang terpenting adalah:
Pada masa awal penerbangan, bandar udara hanyalah sebuah tanah lapang berumput
yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Di
masa Perang Dunia I bandar udara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya
penggunaan pesawat terbang dan landas pacu mulai terlihat seperti
sekarang. Setelah perang, bandar udara mulai ditambahkan
fasilitas komersial untuk melayani penumpang. Sekarang, bandar udara
bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya,
berbagai fasilitas ditambahkan seperti apalagi di bandara-bandara baru.
Kegunaan bandar udara selain sebagai terminal lalu lintas manusia / penumpang
juga sebagai terminal lalu lintas barang. Untuk itu, di sejumlah bandar udara
yg berstatus bandar udara internasional ditempatkan petugas bea dan cukai. Di
indonesia bandar udara yang berstatus bandar udara internasional antara lain
Polonia (Medan), Soekarno-Hatta (Cengkareng), Djuanda (Surabaya), Sepinggan
(Balikpapan), Hasanuddin (Makassar) dan masih banyak lagi.
- Ruang Sisi Udara (Air Side), Landas pacu (Run Way) yang mutlak diperlukan pesawat. Panjangnya landas pacu biasanya tergantung dari besarnya pesawat yang dilayani. Untuk bandar udara perintis yang melayani pesawat kecil, landasan cukup dari rumput ataupun tanah diperkeras (stabilisasi). Panjang landasan perintis umumnya 1.200 meter dengan lebar 20 meter. pesawat kecil berbaling-baling dua (umumnya cukup 600-800 meter saja). Sedangkan untuk bandar udara yang agak ramai dipakai konstruksi aspak, dengan panjang 1.800 meter dan lebar 30 meter. Pesawat yang dilayani adalah jenis turbo-prop atau jet kecil seperti Fokker-27, Tetuko 234, Fokker-28, dlsb. Pada bandar udara yang ramai, umumnya dengan konstruksi beton (Rigid Pavement) dengan panjang 3.600 meter dan lebar 45-60 meter. Pesawat yang dilayani adalah jet sedang seperti Fokker-100, DC-10, B-747, Hercules, dsb. Bandar udara international terdapat lebih dari satu landasan untuk antisipasi ramainya lalu lintas.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi panjang Runway :
1.Karakteristik performan dan operasional dari pesawat yang dilayani.
2.Cuaca, terutama angin permukaan dan suhu.
3.Karakteristik Runway, seperti kemiringan (slope) dan kondisi permukaan.
4.Faktor lokasi Aerodrome, sebagai contoh elevasi dari aerodrome yang menyebabkan tekanan barometer dan keterbatasan topografi. Persyaratan take-off dan landing harus diperhitungkan pada waktu menentukan panjang runway.
- Aeroplane. Reference Field Length (ARFL) didefinisikan sebagai panjang
field length minimum yang diperlukan oleh pesawat terbang yang
bersangkutan untuk dapat take-off dengan Maximum Take-off Weight, dimana
kondisi lapangan terbang adalah Mean Sea Level (MSL), pada kondisi
atmosfir standar, runwaynya tidak mempunyai kelandaian (Zero Runway
Slope), serta tidak ada angin. ARFL setiap pesawat terbang dapat dilihat
di flight manual yang diterbitkan oleh pabrik pesawat terbang yang
bersangkutan. ARFL suatu pesawat terbang yang ada bukanlah panjang
aktual yang dipersiskan oleh pesawat terbang tersebut untuk dapat
beroperasi di suatu daerah tertentu. Hal ini disebabkan karena kondisi
lingkungan daerah tersebut berbeda dengan kondisi ARFL yang
ditetapkan. Karena itu, untuk mendapatkan panjang runway aktual untuk
take-off, ARFL tersebut perlu dikoreksi akibat eievasi, temperatur, dan
kelandaian runway. Makin tinggi elevasi suatu tempat, makin berkurang
kepadatan (density) udara di tempat tersebut. Karena itu untuk
mendapatkan gaya angkat yang memadai pada daerah tersebut pesawat
terbang harus bergerak lebih cepat. Akibatnya runway yang diperlukan
harus lebih panjang. Koreksi akibat elevasi lapangan terbang ini adalah
bahwa panjang runway harus diperpanjang 7% setiap 300 m kenaikan eievasi
terhadap muka air laut. Temperatur yang makin tinggi akan mengurangi
kepadatan udara. Karena itu makin tinggi Airport Reference Temperatur
(ART), makin panjang runway yang diperlukan. ARFL yang telah dikoreksi
akibat pengaruh elevasi harus dikoreksi lagi akibat pengaruh temperatur.
Panjang runway yang diperlukan untuk take-off yang telah dikoreksi
akibat eievasi harus diperpanjang 1% untuk setiap derajat Celcius
naiknya ART terhadap temperatur standar lapangan terbang tersebut. Temperatur
standar adalah temperatur yang berhubungan dengan atmosfir standar.
Temperatur standar suatu lapangan terbang dipengaruhi pula oleh eievasi
lapangan terbang tersebut. Pada perencanaan lapangan terbang atmosfir
standar yang digunakan adalah atmosfir standar international
(International Standard Atmosphere, ISA), dimana pada kondisi ini
temperatur pada Mean Sea Level adalah 15° C. Selanjutnya panjang runway yang dibutuhkan untuk take-off
harus dikoreksi terhadap kelandaian memanjang runway. Untuk itu
digunakan Effective Gradient, yaitu rasio antara selisih titik tertinggi
dan titik terendah pada runway terhadap panjang runwaynya. Untuk setiap
1% Effective Gradient runway harus diperpanjang 10%. Secara singkat, dapat dirumuskan sebagai berikut:
Actual runway length = ARFL x Fe x Ft x Fs
- Dimana :
Fe= 1+ (0.07 x h/300)
Ft = 1 + 0.01 [T - (15 - 0.0065.h)]
Fs = 1 + 0.10 S
Berikut ini diberikan contoh untuk menghitung panjang runway aktual yang diperlukan oleh suatu pesawat terbang untuk dapat beroperasi di suatu lapangan terbang dengan kondisi lingkungan tertentu.
- Data
1. Tipe pesawat terbang rencana : Airbus A-300-600 dengan ARFL = 2332 m
Tabel ARFL - Type Aeoroplane
- 2. Elevasi lapangan terbang : 500 m (1500 ft.) di atas Mean Sea Level (MSL)
3. Temperatur standar lapangan terbang tersebut adalah 12°C.
4. Airport Reference Temperature (ART) : 29° C.
5. Kelandaian (effective slope) runway : 0.8 %.
- Panjang runway yang dikoreksi akibat pengaruh elevasi = [ 1+0.07 x 500/300 ] = 1,1166 m.
- Panjang runway yang dikoreksi akibat pengaruh temperatur = [1+0,01 (29-(15-0,0065 x 500)] =1,1725 m.
- Panjang runway yang dikoreksi akibat pengaruh kelandaian = [1 +0,10x0,8] = 1,08 m.
- ARFL = Panjang Runway / (Fe x Ft x Fs)
- Panjang runway aktual terkoreksi : ARFL x (Fe x Ft x Fs) = (2332 x 1,1166 x 1,1725 x 1,08) = 3297,33 m = 3,297 km.
- Penentuan Lebar runway tergantung dari kode ARC (Aerodrome Reference Code) Runway Width Classifications berdasarkan klasifikasi ICAO.
Gambar Susunan Bagian Pada Landas Pacuh (Runway)
Clearway adalah area berbentuk segi empat pada permukaan tanah/air yang dikontrol oleh otoritas bandara sebagai daerah aman bagi pesawat yang lepas landas hingga mencapai ketinggian tertentu. Clearway terletak pada ujung landasan. Panjang clearway tidak melebihi setengah dari panjang take-off run dan lebar clearway paling sedikit 75 m ke masing-masing sisi samping as runway.
Stopway adalah area segiempat di permukaan tanah pada ujung landasan yang disiapkan sebagai daerah aman bagi pesawat yang gagal take-off. Lebar stopway sama dengan lebar runway. Kekuatan stopway harus dirancang untuk mampu mendukung beban pesawat yang gagal take-off dan permukaan stopway dilapisi konstruksi yang sama dengan lapisan runway.
- Take-off run available (TORA): panjang runway yang tersedia dan mencukupi untuk akselerasi pesawat take-off.
- Take-off distance available (TODA): jarak tempuh akselerasi pesawat di runway ditambah clearway.
- Accelerate stop distance available (ASDA): jarak tempuh akselerasi pesawat di runway ditambah stopway.
- Landing distance available (LDA): panjang runway yang tersedia dan mencukupi untuk landing.
Gambar Konfigurasi Holding Bay menuju Area Lepas Landas
- Apron adalah tempat parkir pesawat yang dekat dengan bangunan terminal, sedangkan taxiway menghubungkan apron dan run-way. Konstruksi apron umumnya beton bertulang, karena memikul beban besar yang statis dari pesawat. Untuk keamanan dan pengaturan, terdapat Air Traffic Controller (ATC), berupa menara khusus pemantau yang dilengkapi radio control dan radar.
- Karena dalam bandar udara sering terjadi kecelakaan, maka disediakan unit penanggulangan kecelakaan (air rescue service) berupa peleton penolong dan pemadan kebakaran, mobil pemadam kebakaran, tabung pemadam kebakaran, ambulance, dll. Selain peralatan penolong dan pemadam kebakaran juga ada hanggar servive aeroplane dan fuel service untuk mengisi bahan bakar avtur.
- Ruang Sisi Darat (Land Side), Terminal bandar udara atau concourse adalah pusat urusan administrasi penumpang yang datang atau pergi. Di dalamnya terdapat alat pemindahan bagasi sinar X, counter check-in, (CIQ, Custom - Inmigration - Quarantine) untuk bandar udara internasional, dan ruang tunggu (boarding lounge) serta berbagai fasilitas untuk kenyamanan penumpang. Di bandar udara besar, penumpang masuk ke pesawat melalui garbarata atau avio bridge. Di bandar udara kecil, penumpang naik ke pesawat melalui tangga (pax step) yang bisa dipindah-pindah. Curb, adalah tempat penumpang naik-turun dari kendaraan darat ke dalam bangunan terminar parkir kendaraan, untuk parkir para penumpang dan pengantar/penjemput, termasuk taksi.
Gambar Konfugurasi Fasilitas Bandar Udara
Yang dimaksud dengan halangan (obstacle) adalah :
- Setiap benda yang berdiri pada atau di atas daerah larangan terdapat halangan (obstacle restriction surface), seperti runway strip, RESA, clearway atau taxiway strip;
- Setiap benda yang menembus (penetrate) kawasan keselamatan operasi penerbangan (obstacle limitation surface/ OLS).
Obstacle
limitation surface (OLS untuk non-instrument runway, non precision
approach runway dan precision approach runway category 1 meliputi:
- Conical surface;
- Inner horizontal surface;
- Approach surface;
- Transitional surface;
- Take off climb surface.
Obstacle limitation surface untuk precision approach runway category 2 dan 3 meliputi:
- Outer horizontal surface;
- Conical surface;
- Inner horizontal surface;
- Approach surface;
- Inner approach surface;
- Transitional surface;
- Inner transitional surface;
- Baulked landing surface;
- Take off climb surface.
Penyelenggara
bandara harus menetapkan obstacle limitation surface pada aerodromenya,
dan mengawasi setiap obyek yang berada pada obstacle limitation
surface. Bilamana terdapat pelanggaran atau potensial pelanggaran,
penyelenggara bandara harus melaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara
dan melakukan koordinasi dengan instansi atau perusahaan yang terkait
dengan obyek tersebut.
Obyek
atau pendirian obyek baru yang berada di luar OLS dengan ketinggian 110
meter dari permukaan tanah atau lebih harus dilaporkan kepada Ditjen
Perhubungan Udara, dan obyek atau pendirian obyek baru di luar OLS
dengan ketinggian di atas 150 meter dari permukaan tanah atau lebih
harus dianggap sebagai obstacle kecuali dinyatakan sebaliknya oleh
Ditjen Perhubungan Udara berdasarkan suatu assessment.
Referensi: ICAO, 1999. Annex 14 Third Edition, Aerodrome Standards, Aerodrome Design and Operations., ICAO, 2006. Aerodrome Design Manual, Part 1 Runway., Federal Aviation Administration (FAA)., Ir. Heru Basuki, Perencanaan Lapangan Terbang.
Referensi: ICAO, 1999. Annex 14 Third Edition, Aerodrome Standards, Aerodrome Design and Operations., ICAO, 2006. Aerodrome Design Manual, Part 1 Runway., Federal Aviation Administration (FAA)., Ir. Heru Basuki, Perencanaan Lapangan Terbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar